Secondary 2 Students’ Difficulties in Solving Non-Routine Problems
(Kesulitan Siswa Sekolah Menengah Pertama dalam Memecahkan Masalah yang Tidak Biasa Terjadi/Tidak Rutin)
ABSTRAK
Sebagai bagian dari studi tentang pemecahan masalah matematika pada siswa Sekolah Menengah Pertama (pada usia 13-14 tahun) di Singapura, 56 siswa yang berasal dari dua sekolah menengah di sepuluh sekolah berpartisipasi dalam studi ini. Tujuan penulisan makalah ini adalah untuk mengeksplorasi kesulitan yang dihadapi oleh siswa sekolah menengah ketika memecahkan masalah. Hasil wawancara ini dianalisis dengan menggunakan struktur yang berasal dari Newman (1983) dan Ransley (1979). Dari wawancara terlihat bahwa kesulitan-kesulitan yang dialami oleh siswa di tingkat Sekolah Menengah Pertama yang tidak berhasil mendapatkan solusi yang tepat (tidak berhasil memecahkan masalah) disebabkan oleh : (a) kurangnya pemahaman terhadap masalah yang diajukan, (b) kurangnya pengetahuan tentang strategi yang akan digunakan, (c) ketidakmampuan untuk menerjemahkan masalah matematis dan (d) ketidakmampuan untuk menggunakan matematika secara benar.
KATA KUNCI : Kesulitan, menengah kedua, wawancara, masalah tidak rutin.
Secondary 2 Students’ Difficulties in Solving Non-Routine Problems
(Kesulitan Siswa Sekolah Menengah Pertama dalam Memecahkan Masalah yang Tidak Biasa Terjadi/Tidak Rutin)
Penulis :Kai Kow Joseph YEO (Ph.D)
National Institute of Education
Nanyang Technological University
1 Nanyang Walk
Singapore 637616
Tel: (65) 6790 3912
Fax: (65) 6896 9417
Email: kaikow.yeo@nie.edu.sg
Sumber : http://www.cimt.plymouth.ac.uk/journal/yeo.pdf
Dari situs jurnal internasional Proquest.com
1. LATAR BELAKANG
Memecahkan masalah dalam matematika dapat digambarkan sebagai "berpikir dan bekerja secara matematis" tetapi hal ini tidak berlaku sebaliknya. Pemecahan masalah dalam matematika adalah sebuah proses kompleks yang ditujukan untuk memecahkan masalah yang terlibat dalam tugas matematika untuk mengelola dan menangani bagian-bagian pengetahuan domain-spesifik dan domain-umum. Memecahkan masalah telah menjadi fokus utama dari kurikulum matematika Singapura selama tujuh belas tahun. Menteri pendidikan Singapura terus melakukan revisi silabus untuk kurikulum matematika di sekolah-sekolah dengan tujuan utama untuk memungkinkan siswa untuk mengembangkan kemampuan mereka dalam memecahkan masalah matematika (Departemen Pendidikan, 2006). Tujuan ini tergantung pada lima faktor khususnya, keterampilan, konsep, proses, metakognisi, dan sikap.
Untuk berhasil mengatasi berbagai macam masalah, terutama masalah non-rutin (yang tidak biasa terjadi), siswa harus menerapkan empat jenis fasilitas matematika, yaitu konsep-konsep matematika, keterampilan, proses, dan metakognisi untuk mengatasi masalah tersebut. Mandler (1989) menekankan pentingnya tugas menganalisa masalah dan siswa untuk memastikan bahwa hal yang tidak terduga, kesalahan dan kesalahan megambil langkah (cara) dapat ditangani dengan beberapa alternatif cara, tindakan alternatif, atau penghargaan tugas. Menurut Polya (1962), memecahkan masalah rutin tidak memberikan kontribusi pada perkembangan mental siswa. Polya percaya bahwa untuk memberikan kesempatan bagi siswa mengembangkan pemikiran tingkat tinggi dalam proses pemahaman, analisis eksploratif, dan penerapan konsep-konsep matematika, isu-isu non-rutin (tidak biasa terjadi) harus digunakan. Namun, siswa umumnya takut mengeluarkan ide untuk memecahkan masalah non-rutin (tidak biasa terjadi) karena masalah ini biasanya non-standar (tidak biasa/tidak baku), yang melibatkan solusi asing dan tak terduga.
Selain daripada itu, siswa juga khawatir, cemas dan sangat tidak nyaman karena mereka tidak mampu mengingat dan menerapkan prosedur belajar dengan cara yang mudah. Demikian pula, dalam sebuah studi besar-besaran di Singapura, Kaur dan Yap (1996, 1997, 1998) melakukan studi longitudinal sebagai bagian dari proyek sekitar 2300 Kassel di sekunder 3 (15 tahun) mahasiswa dari berbagai aliran akademis. Mereka menemukan bahwa siswa tidak kekurangan dalam hal upaya menyelesaikan masalah tetapi mereka tampaknya kurang motivasi dan kepercayaan dalam mencoba isu-isu baru. Meskipun secara luas telah dilaporkan bahwa Singapura muncul di posisi teratas dalam matematika di Tren oleh Matematika Internasional dan Studi Ilmu Pengetahuan (TIMSS), mengungkapkan bahwa siswa Singapura di Sekolah Menegah Pertama (kelas 7 dan kelas 8) tidak bekerja dengan baik untuk item yang memerlukan pemecahkan masalah tidak rutin (Kaur & Yap, 1999).
2. PERTANYAAN PENELITIAN
a. Apakah tahap pemecahan masalah akan mempengaruhi kemampuan siswa untuk memecahkan masalah tidak rutin?
b. Apakah kesulitan dapat mempengaruhi siswa Sekolah Menengah Pertama dalam memecahkan masalah?
3. TUJUAN PENELITIAN
a. Mengeksplorasi kesulitan yang dihadapi oleh siswa Sekolah Menengah Pertama ketika memecahkan masalah.
b. Sebagai tinjauan literatur dan mengidentifikasi faktor-faktor kunci, kognitif dan faktor afektif yang berkontribusi terhadap kesulitan siswa dalam memecahkan masalah matematika.
4. TINJAUAN LITERATUR
a. Lester dan Kehle (2003, hal 510) menyatakan bahwa ciri pemecahan masalah sebagai suatu kegiatan yang melibatkan keterlibatan siswa dalam berbagai tindakan kognitif termasuk mengakses dan menggunakan pengetahuan dan pengalaman : masalah adalah untuk mengkoordinasikan pengalaman masa lalu, pengetahuan, representasi dan pola akrab inferensi dan intuisi untuk menghasilkan representasi baru dan alasan terkait inferensi mengatur ambiguitas yang mendorong aktivitas dasar dalam memecahkan masalah. |
b. Mayer (1982, 1987) menjelaskan bahwa proses pemecahan masalah dengan menggunakan berbagai bentuk pengetahuan yang mengarah pada tujuan pengambilan keputusan. Menurut Mayer, jenis pengetahuan yang diterapkan dalam pemecahan masalah terdiri dari pengetahuan linguistik dan faktual (tentang bagaimana memberikan tanda pada sebuah pernyataan), skema pengetahuan (tentang hubungan antara masalah), pengetahuan algoritmik (tentang bagaimana menyajikan prosedur yang berbeda), dan pengetahuan strategis (tentang bagaimana cara mengatasi masalah).
c. Bahkan menurut Newman (1983), kesulitan dalam pemecahan masalah dapat terjadi di salah satu tahapan berikut, yaitu membaca, pemahaman, strategis bagaimana- mengetahui, transformasi keterampilan proses, dan solusi.
d. Schoenfeld (1985) menyarankan empat aspek yang berkontribusi terhadap kinerja pemecahan masalah, yaitu (1) pengetahuan tentang matematika, (2) pengetahuan tentang heuristik, (3) faktor-faktor afektif yang mempengaruhi bagaimana sebuah pemecahan masalah ditampilkan, dan (4) keterampilan managerial yang berhubungan dengan pemilihan dan melaksanakan sesuai strategi.
e. Kroll dan Miller (1993) mengidentifikasi tiga faktor utama yaitu kontrol kognitif dan afektif, pengetahuan, (metakognisi) dan kepercayaan dan pengaruh yang memberikan kontribusi terhadap kesulitan siswa dalam menyelesaikan masalah.
f. Lester (1994) menyatakan bahwa kesulitan yang dialami selama pemecahan masalah juga bisa disebabkan oleh masalah pemecahan karakteristik seperti: alam (keterampilan visualisasi spasial dan kemampuan untuk hadir dengan fitur dari masalah struktural), disposisi (kepercayaan dan sikap), dan latar belakang pengalaman (sejarah instruksional dan keakraban dengan jenis masalah).
s="MsoNormalTable" style="width:100.0%;mso-cellspacing:0cm;mso-yfti-tbllook:1184;mso-padding-alt: 0cm 0cm 0cm 0cm" border="0" cellpadding="0" cellspacing="0" width="100%">
5. METODOLOGI PENELITIAN
Untuk menganalisis kesulitan yang dialami oleh siswa saat memecahkan masalah matematika akan sulit dilakukan jika hanya dengan memeriksa solusi tertulis mereka. Mungkin lebih produktif, ketika menganalisis kesalahan dengan cara mewawancarai siswa, mencatat verbalisasi (pengucapan) mereka dan pola pikir tentang isu-isu tertentu yang mereka hadapi. Hal ini tidak dapat diasumsikan bahwa ketika sebuah masalah matematika yang diberikan tersebut jawabannya salah, kesalahan terjadi adalah karena siswa tidak memiliki pengetahuan matematika atau keterampilan yang diperlukan (Newman, 1977). Teknik yang digunakan sebagai metode penelitian adalah teknik wawancara. Teknik wawancara dapat digunakan untuk menentukan apakah siswa membuat kesalahan. Asumsi utama dalam teknik wawancara adalah bahwa jenis kesalahan yang dibuat oleh siswa sifatnya akan konsisten dari waktu ke waktu. | ||||
6. POPULASI DAN SAMPEL
Populasi dalam penelitian ini adalah semua siswa Sekolah Menengah Pertama di Singapura. Jumlah sampel dalam penelitian ini yaitu 56 siswa Sekolah Menengah Pertama yang diambil dari 10 Sekolah Menengah Pertama yang ada di Singapura. Sampel ini dipilih secara acak dari 10 Sekolah Menengah tersebut. Para partisipan berusia 13-14 tahun.
7. INSTRUMEN
| ||||
Instrumen merupakan suatu kriteria penting dalam memilih tugas-tugas matematika yang sesuai untuk penelitian. Kriteria pentingnya adalah masalah yang dihadapi siswa Sekolah Menengah Pertama. Definisi "masalah" harus cukup kompleks, tetapi masih dapat dijangkau dan tidak memerlukan tingkat matematika yang lebih tinggi. Masalahnya harus relevan dengan kurikulum matematika Sekolah Menengah Pertama dan pemecahan masalah pada tingkat yang tidak memiliki prosedur yang mudah diakses dalam menentukan solusi. Dalam hal ini juga, peneliti menggunakan strategi heuristik untuk mendekati masalah, untuk memahami dan untuk melanjutkan ke solusi. Yang paling penting, masalah harus mampu merangsang individu memiliki minat yang cukup untuk memiliki keinginan mencoba sebuah solusi. Soal atau permasalahan matematika yang dipilih harus memiliki struktur umum tertentu yang menekankan pada berbagai komponen proses pemecahan masalah sehingga masing-masing dapat menarik keluar berbagai masalah perilaku yang dibutuhkan dalam pemecahan masalah penelitian ini. Masalah yang digunakan dalam penelitian matematika ini dapat dikategorikan menurut literatur penelitian sebagai "masalah terstruktur yang membutuhkan pemikiran produktif", yaitu tugas pemecahan masalah heuristik harus digunakan oleh pemecah masalah. | ||||
Masalah non-rutin atau masalah tidak standar merupakan masalah proses dalam konteks kelas matematika. Masalah ini biasanya tidak diselesaikan dengan mengingat algoritma sederhana atau menerapkannya meskipun siswa mungkin memiliki pengetahuan yang memadai tentang matematika. Ada tiga masalah non-rutin yang digunakan dalam penelitian ini. Tiga isu yang dikumpulkan dari berbagai sumber. Masalah Waktu, diadaptasi dari Baroody (1993). Cat and Rabbit problem diadaptasi dari Stacey dan Southwell (1996) dan nomor masalah diadaptasi dari Fong (1994).
Tiga Masalah yang Tidak Rutin
a. Masalah Waktu Terdapat tiga masalah waktu soal Miss Lee tiba di gedung konser 15 menit sebelum konser dimulai. Namun, karena beberapa masalah teknis, konser mulai 10 menit kemudian. Seluruh konser berlangsung selama 2 jam 25 menit. Pukul 10:30 Miss Lee meninggalkan konser. Pada pukul berapa Miss Lee tiba di gedung konser? Tampilkan semua pekerjaan Anda dan jelaskan. b. Cat and Rabbit Problem Masalahnya adalah mengejar kelinci. Jarak yang ditempuh adalah 160 meter. Untuk setiap 9 meter kucing berjalan, kelinci melompat 7 meter. Seberapa jauh kucing harus berlari untuk dapat menyalip kelinci? Tampilkan semua pekerjaan Anda dan jelaskan. c. Masalah Bilangan Jumlah dua bilangan adalah 36 dan selisih kedua bilangan tersebut adalah 12. Temukanlah kedua bilangan tersebut. Tampilkan semua pekerjaan Anda dan jelaskan. 8. PROSEDUR PENELITIAN
Struktur panduan wawancara dikembangkan dari Newman Error Analysis (Newman, 1983) dan Ransley’s (1979) merupakan model untuk memecahkan masalah. Format yang digunakan untuk wawancara terdiri dari prosedur verbal sebagai berikut: a. Bacalah pertanyaan-pertanyaan sulit.
| ||||
10. HASIL DAN PEMBAHASAN
|
11. KETERBATASAN
Terdapat tiga hal yang merupakan keterbatasan dalam penelitian ini : a. Keterbatan barang (alat) pengumpulan data. b. Teknik wawancara yang digunakan untuk mendokumentasikan kesulitan siswa saat menyelesaikan masalah tersebut memiliki kekurangan. |
c. Analisis kualitatif dalam makalah ini yang melibatkan sampel kecil dari siswa Sekolah Menengah Pertama menghasilkan data yang digunakan untuk tujuan deskriptif saja. |
12. KESIMPULAN
Berdasarkan hasil pengamatan selama wawancara bahwa kebiasaan siswa dalam mencoba memecahkan masalah saat ini hanya menggunakan satu heuristik. Mereka tidak menunjukkan fleksibilitas dalam mencari cara untuk memecahkan masalah dengan menggunakan lebih dari satu heuristik. Praktek ini memiliki implikasi untuk spesialis kurikulum dan pendidik guru. Kesulitan yang dialami oleh 27 siswa Sekolah Menengah Pertama memiliki implikasi penting bagi guru kelas. Wikipedia wawancara format yang digunakan dalam penelitian ini adalah mudah untuk diimplementasikan dan dapat diadaptasi dan digunakan oleh guru kelas untuk menganalisis kesulitan. |
Penelitian ini juga menunjukkan bahwa siswa harus memiliki pengetahuan yang relevan untuk mengkoordinasikan penggunaan keterampilan yang tepat untuk memecahkan masalah. Pengetahuan tentang faktor (Kroll & Miller, 1993) seperti pengetahuan algoritmik, pengetahuan linguistik, pengetahuan konseptual, pengetahuan skematis dan pengetahuan strategis karakteristik penting dari kemampuan memecahkan masalah. Bagi guru matematika untuk membantu siswa mengembangkan keterampilan pemecahan masalah, penting bahwa mereka menyadari masalah mereka terlebih dahulu. Sebagai studi, hal ini menunjukkan bahwa wawancara diagnostik (Lankford, 1974) dapat memberikan pengetahuan yang komprehensif dari mahasiswa pada proses berpikir. Tanggapan wawancara yang berguna bahwa mereka dapat membantu guru matematika untuk fokus pada kesulitan siswa mereka selama proses perbaukan.
0 comments:
Posting Komentar
terima kasih telah mengunjungi blog saya
mohon sarannya